Rabu, 10 Juni 2009

Sambungan Pertemuan IX dan X (20 & 27 Mei 2009)

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI

Remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke dewasa. Tetapi apakah kedewasaan itu? Kedewasaan secara psikologik adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologik tertentu pada seseorang.

Ciri-ciri psikologik tersebut menurut G.W Allport (1961) adalah:
1.Extension of the self (pemekaran diri sendiri)
Hal ini ditandai dengan:
• Kemampuan seseorang untuk menganggap orang lain atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga
•Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki
• Tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya, kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang yang dicintainya, hal tersebut menunjukkan adanya tanda-tanda kepribadian yang dewasa (mature personality)
• Berkembangnya ego ideal berupa cita-cita.

2.Self objectivication (Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif)
Hal ini ditandai dengan:
•Kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (Self insight)
•Kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor)
•Tidak marah jika dikritik
•Pada saat yang diperlukan ia bias melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang lain

3.Unifying Philosophy of life (memiliki falsafah hidup tertentu)
Tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dengan kata-kata. Orang yang sudah dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam rangkaian susunan objek-objek lain di dunia. Ia tahu kedudukannya dalam masyarakat, ia paham bagaimana harusnya ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut dan ia berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat-pendapatnya serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.

Ciri-ciri di atas biasanya dimulai sejak secara fisik tumbuh tanda-tanda seksual sekunder. Individu mulai jatuh cinta, mulai mempunyai idola, dll.

Menurut Richmond & Sklansky (1984) inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan kepribadian yang khas (Unifying Philosophy of life) dalam periode ini belum menjadi sasaran utama.

Contoh kasus
Reza, tamatan SMA. Ikut tes SPMB tidak lulus, menganggur . Orang tuanya khawatir karena Reza sulit diatur, dan ketika SMA pernah menjadi pencandu narkoba. Reza merasa jenuh karena selalu dianggap seperti anak kecil. Dulu Reza memang pecandu narkoba, tetapi sekarang tidak lagi. Namun orang tuanya tetap tidak percaya. Apa yang dia lakukan untuk membersihkan citra diri tetap tidak dianggap orang tuanya, akhirnya dengan jiwa berontak ia melakukan hal-hal negatif.
Reza dalam kasus di atas berontak dengan minum pil. Bukan pilnya yang menjadi sasaran utama, karena Reza bukan anak yang dari lahir sudah berbakat kecanduan pil. Minum pil tersebut lebih merupakan perwujudan dari tugas perkembangannya yaitu memperjuangkan kemandirian (the strike for autonomy)
Bagaimana dengan sikap orang tua?
Orang tua tentunya tidak rela membiarkan anaknya tumbuh sendiri tanpa pengarahan, apalagi dalam kondisi masyarakt yang penuh tantangan seperti masa sekarang ini.
Seorang sarjana psikologi mengadakan sebuah penelitian, dan hasil penelitiannya:


Gambaran tentang diri sendiri dalam 3 jenis hubungan antar pribadi (%)
Gambaran tentang diri ibu-Anak Ayah-Anak Teman Akrab
1. Perasaan positif
(bahagia, dicintai,
nyaman, santai 27 21 36
2. Perasaan negatif
(marah, terpojok, tidak
bahagia, dingin,
berontak) 20 25 3
3. Keterbukaan (bermain,
bebas, mau bicara) 14 10 27


Alasan Mengapa Perasaan Dalam Tabel Di Atas Timbul (%)
Alasan Ibu-Anak Ayah-Anak Teman Akrab
1. Reaksi: sebab dia
ingin saya begitu,
sebab saya tidak mau
susah-susah 51 58 12
2. Perasaan: saya suka
dan menghargai dia 27 23 17
3. Interaksi: sebab
biasanya kita begitu,
sebab dia dan saya
saling menyukai 8 14 29
4. Kepribadian: Sebab
begitulah saya 6 3 12
5. Penerimaan: Sebab
dia bisa mengerti saya 8 2 33

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perasaan positif terhadap teman lebih besar daripada ibu atau ayah. Demikian pula perasaan keterbukaan. Sebaliknya perasaan negatif justru lebih besar pada orang tua. Sebabnya adalah karena hubungan dengan teman lebih berdasarkan penerimaan, interaksi dan kepribadian. Sedangkan dalam hubungan dengan orang tua lebih didasrakan pada reaksi. Jadi remaja menurut saja oleh karena begitulah keinginan orang tua dan saya tidak mau susah-susah.

Dapat ditunjukkan bahwa sebenarnya agar kualitas hubungan ayah-anak dan ibu-anak bisa lebih meningkat, orang tua perlu lebih memperhatikan aspek perasaan, penerimaan, kepribadian, dan interaksi itu sendiri. Akan tetapi banyak orang tua yang lebih menekankan pencapaian prestasi sekolah, nilai akademik atau IQ yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan anak tidak bisa menemukan dirinya sandiri dan harus menurut semata-mata kepada kemauan orang tua.


PERKEMBANGAN KOGNITIF

Hampir semua orang tua menginginkan anaknya pandai, yang mana dalam bahasa psikolagi “pandai” ini dikenal juga dengan istilah "inteligensi'
Inteligensi menurut David Wechsler (1958) adalah "keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif."
Ukuran inteligensi dinyatakan dalam IQ (intelligence quotient). Pada orang dewasa (16 tahun ke atas), IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal (hituagan, kata-kata, gambar, dll) dan menghituag berapa banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya) dan didapatkanlah nilai IQ orang yang bersangkutan.
Pada anak-anak, cara menghitung IQ adalah dengan menyuruh anak untuk melakukan pekerjaan tertentu dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya menghituag sampai 10 atau 100, menyebut nama hari dan bulan, membuka dan menutup pintu, dll). Jumlah pekerjaan yang bisa dilakukan anak kemudian dicocokkan dengan membuat daftar untuk mengetahui usia mental (mental age=MA) anak. Makin banyak yang bisa dijawab atau dikerjakan anak, makin tinggi usia mentalnya. Usia mental ini kemudian dibagi dengan usia kalender (callender age=CA) dan dikalikan 100, maka didapatkan IQ anak.
Skala IQ yang dipakai adalah dari Wechlsler dan Bellevue (WB).
IQ Klasifikasi
Sampai dengan 67 Terbelakang
68-79 Perbatasan (borderline)
80-90 Kurang dari rata-rata (Low Average)
91-110 Rata-rata (average)
110-119 Diatas rata-rata (high average)
120-127 Superior
128 Very Superior

Teori inteligensi yang ditinjau dari sudut perkembangan dikemukakan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada setiap kognisinya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup seseorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan aspek-aspek kognitif yaitu:
1.Kematangan
Yang merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi-f ungsi indera atau fungsi yang lainnya menjadi lebih sempurna.
2.Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
3.Transmisi Sosial
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
4.Ekuilibrasi
Yaitu sistem pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah:
1.Sensorimotor (0 - 2,5 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungan. Bayi memberikan respons atas rangsangan yang diterima dalam bentuk refleks. Refleks ini berkembang lagi jadi gerakan¬-gerakan yang lebih matang.
Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a.Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
b.Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c.Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d.Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e.Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f.Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2.Pra-Operational (2 - 7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3.Konkrite-Operational (7 - 11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4.Formal-Operational (11 - dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Adanya berbagai pandangan yang menyatakan bagimana sifat dari inteligensi itu, apakah merupakan faktor bakat/bawaan (aliran Nativisme) atau karena faktor pendidikan dan pengajaran (aliran empirisme). Sampai sekarang yang dipakai adalah aliran Nativisme yang menyatakan bahwa inteligensi itu merupakan faktor bawaan. Masyarakat beranggapan kalau bapaknya dokter, anaknya juga akan menjadi dokter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar